Penyelesaian PNS Tipikor Inkracht Tetap Mengacu Regulasi Kepegawaian yang Berlaku
Penyelesaian kasus PNS yang melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor) yang sudah berdasarkan kekuatan hukum tetap ( inkracht) dilakukan berdasarkan regulasi kepegawaian yang berlaku. Pernyataan tersebut disampaikan Deputi Bidang Pembinaan Manajemen Kepegawaian (PMK) selaku Plt. Deputi Bidang Pengawasan dan Pengendalian (Wasdal) BKN Haryomo Dwi Putranto saat menerima kunjungan kerja Sekretaris Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Papua Barat di Kantor Pusat BKN Jakarta, Jumat (18/1/2019). Lebih jauh Haryomo menyampaikan bahwa penegakkan hukum PNS Tipikor inkracht salah satunya mengacu pada UU ASN nomor 5 tahun 2014 Pasal 87 angka (4) huruf b. Pasal itu, menurut Haryomo merupakan bagian dari upaya mewujudkan komitmen memberantas korupsi di Indonesia.
Dia juga menyampaikan bahwa penyelesaian PNS Tipikor inkracht berbeda dengan pelanggaran hukum lainnya. Di mana dalam pasal tersebut menjelaskan bahwa bagi seorang PNS yang dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum, maka PNS tersebut harus diberhentikan tidak dengan hormat, ujar Haryomo. Penyelesaian kasus atas PNS tersebut dilakukan berdasarkan regulasi kepegawaian, UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN yang juga dimuat dalam PP 11 tahun 2017 tentang Manajemen ASN, ujar Haryomo.
Menanggapi adanya beberapa Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) Daerah yang meminta penundaan pelaksanaan ketentuan yang tertuang dalam SKB Mendagri, MenPAN&RB, dan Kepala BKN tanggal 13 September 2018 tentang Penegakan Hukum terhadap PNS Yang Telah Dijatuhi Hukuman Berdasarkan Putusan Pengadilan yang Berkekuatan Hukum Tetap Karena Melakukan Tindak Pidana Kejahatan Jabatan atau Tindak Pidana yang Ada Hubungannya Dengan Jabatan (Tipikor), Haryomo menyampaikan kembali bahwa SKB tersebut bukanlah produk hukum, akan tetapi menurut Haryomo bahwa SKB tersebut merupakan alat untuk mempercepat proses pelaksanaan regulasi Kepegawaian baik Undang-undang maupun PP. “Penyelesaian kasus PNS Tipikor bukan berdasarkan SKB, melainkan berdasarkan regulasi hukum kepegawaian”, imbuh Haryomo.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya bahwa hingga akhir Desember 2018 proses penegakkan hukum kepegawaian terhadap 2.357 ASN PNS belum tuntas. Keseluruhan ASN PNS bermasalah Tipikor dan telah inkracht tersebut seharusnya sudah diberhentikan paling lama akhir tahun 2018 lalu. Data Kedeputian Bidang pengawasan dan Pengendalian Kepegawaian (Wasdalpeg) BKN mencatat bahwa dari jumlah 2.357 tersebut, hingga 14 Januari 2019 baru 393 PNS yang sudah ditetapkan Surat Keputusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (SK PTDH) sebagai PNS oleh masing-masing PPK. Sebanyak 393 PNS yang sudah ditetapkan SK PTDH tersebut, sebanyak 42 orang berasal dari Instansi Pusat dan 351 lainnya beasal dari Instansi Daerah. bal
Sumber : Humas BKN
Dia juga menyampaikan bahwa penyelesaian PNS Tipikor inkracht berbeda dengan pelanggaran hukum lainnya. Di mana dalam pasal tersebut menjelaskan bahwa bagi seorang PNS yang dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum, maka PNS tersebut harus diberhentikan tidak dengan hormat, ujar Haryomo. Penyelesaian kasus atas PNS tersebut dilakukan berdasarkan regulasi kepegawaian, UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN yang juga dimuat dalam PP 11 tahun 2017 tentang Manajemen ASN, ujar Haryomo.
Menanggapi adanya beberapa Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) Daerah yang meminta penundaan pelaksanaan ketentuan yang tertuang dalam SKB Mendagri, MenPAN&RB, dan Kepala BKN tanggal 13 September 2018 tentang Penegakan Hukum terhadap PNS Yang Telah Dijatuhi Hukuman Berdasarkan Putusan Pengadilan yang Berkekuatan Hukum Tetap Karena Melakukan Tindak Pidana Kejahatan Jabatan atau Tindak Pidana yang Ada Hubungannya Dengan Jabatan (Tipikor), Haryomo menyampaikan kembali bahwa SKB tersebut bukanlah produk hukum, akan tetapi menurut Haryomo bahwa SKB tersebut merupakan alat untuk mempercepat proses pelaksanaan regulasi Kepegawaian baik Undang-undang maupun PP. “Penyelesaian kasus PNS Tipikor bukan berdasarkan SKB, melainkan berdasarkan regulasi hukum kepegawaian”, imbuh Haryomo.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya bahwa hingga akhir Desember 2018 proses penegakkan hukum kepegawaian terhadap 2.357 ASN PNS belum tuntas. Keseluruhan ASN PNS bermasalah Tipikor dan telah inkracht tersebut seharusnya sudah diberhentikan paling lama akhir tahun 2018 lalu. Data Kedeputian Bidang pengawasan dan Pengendalian Kepegawaian (Wasdalpeg) BKN mencatat bahwa dari jumlah 2.357 tersebut, hingga 14 Januari 2019 baru 393 PNS yang sudah ditetapkan Surat Keputusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (SK PTDH) sebagai PNS oleh masing-masing PPK. Sebanyak 393 PNS yang sudah ditetapkan SK PTDH tersebut, sebanyak 42 orang berasal dari Instansi Pusat dan 351 lainnya beasal dari Instansi Daerah. bal
Sumber : Humas BKN