2 Alasan Guru Honorer K2 Layak Diangkat jadi PPPK Tanpa Tes
Wakil Ketua Komisi X DPR Reni Marlinawati mendesak agar seluruh guru honorer K2 diangkat menjadi PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja) tanpa melalui tahapan tes. Setidaknya dua alasan disampaikan Reni. Pertama, para guru honorer K2 sudah menunjukkan dedikasinya sebagai pengajar selama puluhan tahun, meski dengan gaji yang minim.
"Mereka sudah puluhan tahun mengajar. Tidak ada alasan kemudian mereka dilakukan tes. PPPK ini kan sesungguhnya apresiasi untuk jerih payah mereka yang sudah mengabdi puluhan tahun dalam dunia pendidikan," tegas perempuan berhijab itu saat ditemui JPNN.com di ruang rapat Komisi X DPR, Rabu (16/01).
Alasan kedua, adalah fakta hingga saat ini Indonesia masih kekurangan tenaga pengajar. Jika seluruh guru honorer K2 diangkat menjadi PPPK, itu pun belum menutupi kekurangan jumlah guru.
"Intinya kami tetap mendesak sampai sekarang, sisa K2 harus otomatis diangkat. Karena dengan diangkat itu pun kita masih kekurangan lebih 500 ribu guru," tandasnya. Reni menambahkan, kalaupun tes itu menjadi suatu kewajiban bagi calon PPPK, maka wakil rakyat asal Jawa Barat ini meminta proses seleksinya tidak memberatkan bagi guru K2. (fat/jpnn)
Per Tahun 100 Ribu Honorer jadi PNS, Berhenti di Era Jokowi
Anggota Komisi X DPR Putu Supadma Rudana tak tertarik menanggapi rencana pengangkatan 159 ribu guru honorer K2 menjadi calon PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja) lewat mekanisme tes.
Saat berbincang dengan JPNN pada Rabu (16/01), Putu tetap meminta Presiden Joko Widodo konsisten dengan janjinya mengangkat seluruh honorer K2 menjadi PNS. Utamanya para guru yang telah mengabdikan diri puluhan tahun di sekolah.
Dia bahkan membandingkan tata kelola pengangkatan honorer K2 menjadi PNS antara era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan pemerintahan Presiden Jokowi saat ini.
"Saya kembali mengacu tata kelola honorer ini ke zaman Pak SBY. Presiden SBY setiap tahunnya mengangkat 100 ribu honorer menjadi PNS," kata Putu ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Pengangkatan itu berlanjut selama 10 tahun kepemimpinan Presiden keenam RI tersebut, dengan total honorer yang diangkat sekitar 1 juta orang. Namun proses itu terhenti setelah pemerintahan berganti ke Presiden Jokowi.
"Pada masa pemerintahan Pak SBY dalam sepuluh tahun itu, beliau mengangkat satu juta. Tapi semenjak 2015, itu mandeg semuanya. Aturannya menjadi tidak jelas," jelas wasekjen DPP Demokrat itu.
Bahkan aturan yang ada sekarang, katanya, tidak menjadikan pengabdian sekian lama dari para honorer sebagai acuan mengangkat mereka sebagai PNS. Yang terjadi, selain harus mengikuti tes, usia mereka pun dibatasi.
"Oleh karena itu saya di Fraksi Demokrat mendorong, seharusnya pemerintah lebih peka dalam melihat masa kerja, dalam melihat pengabdian mereka untuk diangkat menjadi PNS," tegasnya.
Solusi penyelesaian masalah honorer ini menurut Putu tidak boleh bersifat reaktif, tapi harus konkret dan komprehensif. Apalagi untuk tenaga honorer K2 tidak hanya ada di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tapi juga di kementerian lainnya.
Untuk itu dia mendorong pemerintahan ini mengambil aksi konkret bukan sekadar wacana. Apalagi di tahun politik ini semua diulur-ulur dengan tujuan mendulang suara. Apalagi ada Pilpres kan," tukas legislator asal Bali itu.
Putu menambahkan, apresiasi pemerintah terhadap honorer, terutama para guru honorer K2 harus lebih maksimal dari sekadar dijadikan PPPK. Dia pun memahami alasan keuangan negara yang kerap dijadikan alasan oleh pemerintah. Namun pihaknya juga tidak ingin pengangkatan honorer K2 jadi PNS menjadi sekadar wacana dan janji.
"Jangan sampai hanya sebuah janji, wacana. Akhirnya nanti bom waktu lagi, mereka akan menuntut lagi hak mereka, dan itu harus diberikan. Pengabdian mereka harus dijadikan acuan untuk pengangkatan sebagai PNS," tandasnya. (fat/jpnn)
Sumber : JPNN
"Mereka sudah puluhan tahun mengajar. Tidak ada alasan kemudian mereka dilakukan tes. PPPK ini kan sesungguhnya apresiasi untuk jerih payah mereka yang sudah mengabdi puluhan tahun dalam dunia pendidikan," tegas perempuan berhijab itu saat ditemui JPNN.com di ruang rapat Komisi X DPR, Rabu (16/01).
Alasan kedua, adalah fakta hingga saat ini Indonesia masih kekurangan tenaga pengajar. Jika seluruh guru honorer K2 diangkat menjadi PPPK, itu pun belum menutupi kekurangan jumlah guru.
"Intinya kami tetap mendesak sampai sekarang, sisa K2 harus otomatis diangkat. Karena dengan diangkat itu pun kita masih kekurangan lebih 500 ribu guru," tandasnya. Reni menambahkan, kalaupun tes itu menjadi suatu kewajiban bagi calon PPPK, maka wakil rakyat asal Jawa Barat ini meminta proses seleksinya tidak memberatkan bagi guru K2. (fat/jpnn)
Per Tahun 100 Ribu Honorer jadi PNS, Berhenti di Era Jokowi
Anggota Komisi X DPR Putu Supadma Rudana tak tertarik menanggapi rencana pengangkatan 159 ribu guru honorer K2 menjadi calon PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja) lewat mekanisme tes.
Saat berbincang dengan JPNN pada Rabu (16/01), Putu tetap meminta Presiden Joko Widodo konsisten dengan janjinya mengangkat seluruh honorer K2 menjadi PNS. Utamanya para guru yang telah mengabdikan diri puluhan tahun di sekolah.
Dia bahkan membandingkan tata kelola pengangkatan honorer K2 menjadi PNS antara era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan pemerintahan Presiden Jokowi saat ini.
"Saya kembali mengacu tata kelola honorer ini ke zaman Pak SBY. Presiden SBY setiap tahunnya mengangkat 100 ribu honorer menjadi PNS," kata Putu ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Pengangkatan itu berlanjut selama 10 tahun kepemimpinan Presiden keenam RI tersebut, dengan total honorer yang diangkat sekitar 1 juta orang. Namun proses itu terhenti setelah pemerintahan berganti ke Presiden Jokowi.
"Pada masa pemerintahan Pak SBY dalam sepuluh tahun itu, beliau mengangkat satu juta. Tapi semenjak 2015, itu mandeg semuanya. Aturannya menjadi tidak jelas," jelas wasekjen DPP Demokrat itu.
Bahkan aturan yang ada sekarang, katanya, tidak menjadikan pengabdian sekian lama dari para honorer sebagai acuan mengangkat mereka sebagai PNS. Yang terjadi, selain harus mengikuti tes, usia mereka pun dibatasi.
"Oleh karena itu saya di Fraksi Demokrat mendorong, seharusnya pemerintah lebih peka dalam melihat masa kerja, dalam melihat pengabdian mereka untuk diangkat menjadi PNS," tegasnya.
Solusi penyelesaian masalah honorer ini menurut Putu tidak boleh bersifat reaktif, tapi harus konkret dan komprehensif. Apalagi untuk tenaga honorer K2 tidak hanya ada di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tapi juga di kementerian lainnya.
Untuk itu dia mendorong pemerintahan ini mengambil aksi konkret bukan sekadar wacana. Apalagi di tahun politik ini semua diulur-ulur dengan tujuan mendulang suara. Apalagi ada Pilpres kan," tukas legislator asal Bali itu.
Putu menambahkan, apresiasi pemerintah terhadap honorer, terutama para guru honorer K2 harus lebih maksimal dari sekadar dijadikan PPPK. Dia pun memahami alasan keuangan negara yang kerap dijadikan alasan oleh pemerintah. Namun pihaknya juga tidak ingin pengangkatan honorer K2 jadi PNS menjadi sekadar wacana dan janji.
"Jangan sampai hanya sebuah janji, wacana. Akhirnya nanti bom waktu lagi, mereka akan menuntut lagi hak mereka, dan itu harus diberikan. Pengabdian mereka harus dijadikan acuan untuk pengangkatan sebagai PNS," tandasnya. (fat/jpnn)
Sumber : JPNN